pertama bukan yang terakhir

pertama bukan yang terakhir
my grad :)

Sabtu, 16 November 2013

economic syariah banking

BAB 1
PENDAHULUAN

1.        Konsep Dasar Bank Syariah
a.        Definisi Bank Syariah
Bank Syariah adalah Sistem Perbankan yang kegiatan usaha dan operasionalnya berdasarkan Syariah.
UU. No 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah bahwa Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk Simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat. Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Konvensional adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya secara konvensional dan berdasarkan jenisnya terdiri atas Bank Umum Konvensional dan Bank Perkreditan Rakyat. Bank Umum Konvensional adalah Bank Konvensional yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank Perkreditan Rakyat adalah Bank Konvensional yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan
b.        Sejarah singkat Bank Syariah
Bank syariah di Indonesia telah berdiri sejak 1992 dan mulai dikenal orang bahkan di kalangan bank konvensional semenjak pasca krisis moneter pada tahun 1997-1998. Pada tahun 1999, berdirilah bank syariah kedua di Indonesia yaitu Bank Syariah Mandiri, anak perusahaan Bank Mandiri. Dalam kurun waktu 10 tahun, bank syariah mengalami perkembangan yang sangat signifikan, meskipun secara nasional market share bank syariah masih rendah dibanding bank konvensional.
Salah satu cirri khas bank syariah yaitu tidak menerima atau membenani bunga kepada nasabah, akan tetapi menerima atau membebankan bagi hasil serta imbalan lain sesuai dengan akad-akad yang diperjanjikan. Konsepdasar bank syariah didasarkan pada Al-Qur’an dan hadits. Semua produk dan jasa yang ditawarkan tidak boleh bertentangan dengan isi Al-Qur’an dan hadits Rasulullah SAW.
Masyarakat di Negara maju dan berkembang sangat membutuhkan bank sebagai tempat untuk melakukan transaksi keuangannya. Mereka menganggap bank merupakan lembaga keuangan yang aman dalam melakukan berbagai aktivitas keuangan, yang berupa aktivitas penyimpanan dan penyaluran dana. Bank dapat menghimpun daan masyarakat secara langsung dari nasabah. Di sisi lain bank berperan menyalurkan dana kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Masyarakat dapat secara langsung mendapat pinjaman dari bank, sepanjang persyaratan yang diberikan terpenuhi. 
c.        Peranan Bank Syariah dalam perekonomian
Ketimpangan ekonomi terjadi karena “trickle down effect”. Pasalnya arah kebijakan yang demikian membuat kesempatan bagi orang yang tidak mampu hanya mendapat sisa-sisa saja. Bank sebagai lembaga keuangan utama dalam penopang perekonomian, ternyata merupakan pemasok dari sebagian besar uang yang beredar yang dipergunakan sebagai alat tukar atau alat pembayaran sehingga diharapkan dapat mendukung berjalannya mekanisme kebijaksanaan moneter. Namun demikian, bank menerapkan sistem bunga sehingga harapan tersebut menjadi bencana, karena semakin memperluas jurang pemisah antara kaya dan miskin.
Setelah krisis, paradigma sistem seperti ini coba dirubah, yaitu dengam mengembangkan “bottom up effect”, yakni penerapan ekonomi kerakyatan dimana pertumbuhan ekonomi di stimulus dari bawah. Untuk mewujudkan sistem ini, tentu diperlukan alokasi sumber daya untuk membangkitkan ekonomi, restrukturirsasi kepemilikan alat-alat produksi, prasarana ekonomi strategis, pencegahan terhadap praktek monopoli dan oligopoli. Pada masa krisis dimana inflasi mencapai 65% setahun, tentu perbankan dengan sistem bunga tidak mampu mendukung tercapainya perekonomian berbasis kerakyatan. Oleh karena itu, diperlukan suatu model sistem perbankan yang bebas dari perangkat bunga.
Dalam catatan Sidang  Tahunan ke-7 World Economic Development Congress di Washington D.C. tanggal 2 oktober 1998, Menteri Keuangan mengakui bahwa bank-bank di Indonesia telah gagal memainkan peran fungsi dasarnya, yakni gagal menyalurkan dana-dana tersebut secara efektif pada kegiatan-kegiatan yang produktif atau yang paling menguntungkan secara finansial.
Disisi lain, bank yang beroperasi dengan sistem syariah baru diakui berdiri pertama kali tahun 1992, yaitu Bank Muamalat menyusul diundangkannya Undang-Undang No 7 Tahun 1992. Hingga tahun 1998, tidak juga ada penambahan bank syariah namun sudah ada 77 Bank Perkreditan Syariah. Satu-satunya bank syariah ini belum mampu menunjukkan perannya secara signifikan. Namun, patut dicermati bahwa krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 hingga dewasa ini, tidak serta merta meggulingkan bank syariah. Bank syariah tetap dalam kondisi sehat, tahan terhadap krisis, demikian juga 30% dari Bank Perkreditan Rakyat Syariah dinyatakan dalam kondisi tetap sehat. Keadaan yang demikian menimbulkan pertanyaan sejauh mana relevansi bank syariah dapat memulihkan dan membangun kembali perekonomian Indonesia.
Indonesia yang notebenenya adalah negara kepulauan meyelenggarakan Otonomi Daerah. Potensi dari daerah di Indonesia inilah yang dapat dikelola oleh bank syariah. Dalam membangun perekonomian tentu harus memenuhi asas pertumbuhan ekonomi. Yang demikian ini akan dapat tercapai jika terdapat kesempatan usaha baru bagi masyarakat. Melalui penerapan sistem bagi hasil, maka akan menciptakan kesempatan lebih luas kepada masyarakat untuk membuka usaha dan sehingga secara simultan akan dapat meningkatkan angka kesejahteraan.
Bank daerah yang telah menerapkan sistem syariah salah satunya adalah Bank Jabar Syariah, dimana bank tersebut berhasil menunjukkan kemajuan yang signifikan. Volume usaha tumbuh menjadi Rp 152,59 Milyar dengan laba bersih berjalan sebesar Rp 582,18 juta tercatat per Juni 2003. Pada Februari 2005 asetnya mencapai Rp 394,411 milyar, naik 51,22 persen dari tahun sebelumnya sebesar 79,146 miliar. Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun pada tahun 2005 juga terus meningkat mencapai Rp 79,146 miliar dibandingkan tahun lalu sebesar Rp 54,049 miliar. Dalam hal pembiayaan, hingga februari 2005 Bank Jabar Syariah telah mengucurkan pembiayaan sebesar Rp 185,330 miliar. 
d.        Perbedaan Bank Konvensional dan Bank Syariah

Bank Konvensional
Bank Syariah
Peran Bank
Intermediasi, Jasa Keuangan
·   Intermediasi, Jasa Keuangan
·   Manajer Investasi, Investor
·   Lembaga Sosial
Prinsip Dasar Operasi
·     Bebas nilai (prinsip materiallis)
·     Uang sebagai komoditi
·     Bunga
·   Tidak bebas nilai (prinsip syariah Islam)
·   Uang sebagai alat tukar dan bukan komoditi
·   Akad-akad yang tidak boleh bertentangan dengan syariah
Prioritas Pelayanan
Kepentingan Pribadi
Kepentingan Publik (Stakeholders)

Orientasi
Keuntungan
Tujuan sosial-ekonomi Islam, keuntungan
Bentuk
Commercial Banking & Investment Banking
Idealnya adalah: Investment Banking
Pengembangan Produk & Evaluasi Prospek Nasabah
·     Hanya evaluasi kelayakan Nasabah
·     Tidak memikirkan resiko investasi
·   Selain evaluasi kelayakan Nasabah, juga memikirkan konsekuensi atas akad, dan dampak perkembangan bisnis pembiayaan terhadap Nasabah DPK
Hubungan Nasabah
Sebagai debitor-kreditor
Sebagai mitra usaha
Sumber Likuiditas Jangka Pendek
Pasar Uang, Bank Sentral
Pasar Uang Syariah, Bank Sentral
Pinjaman yang diberikan
Komersial dan nonkomersial, berorientasi laba
Komersial dan nonkomersial, berorientasi laba dan nirlaba
Penyelesai Sengketa
Pengadilan, Arbitrase
Pengadilan, Badan Arbitrase Syariah Nasional
Resiko Usaha
·     Nasabah DPK (kreditur) tidak terexpose perkembangan bisnis bank
·   Kemungkinan terjadi negative spread
·   Nasabah DPK (kreditur) ikut terexpose perkembangan bisnis bank dengan system bagi hasil
·   Tidak mungkin terjadi negative spread
Organisasi  Pengawas
Dewan Komisaris
Dewan Komisaris, Dewan Pengawas Syariah
Investasi Bank & Nasabah
Halal dan Haram
Halal

e.        UU dan Fatwa Bank Syariah
No.
NOMOR FATWA
TENTANG
1
01/DSN-MUI/IV/2000
Giro
2
02/DSN-MUI/IV/2000
Tabungan
3
03/DSN-MUI/IV/2000
Deposito
4
04/DSN-MUI/IV/2000
Murabahah
5
05/DSN-MUI/IV/2000
Jual Beli Salam
6
06/DSN-MUI/IV/2000
Jual Beli Istishna
7
07/DSN-MUI/IV/2000
Pembiayaan Mudharabah (Qiradh)
8
08/DSN-MUI/IV/2000
Pembiayaan Musyarakah
9
09/DSN-MUI/IV/2000
Pembiayaan Ijarah
10
10/DSN-MUI/IV/2000
Wakalah
11
11/DSN-MUI/IV/2000
Kafalah
12
12/DSN-MUI/IV/2000
Hawalah
13
13/DSN-MUI/IX/2000
Uang Muka dalam Murabahah
14
14/DSN-MUI/IX/2000
Sistem Distribusi Hasil Usaha dalam LKS
15
15/DSN-MUI/IX/2000
Prinsip Distribusi Hasil Usaha dalam LKS
16
16/DSN-MUI/IX/2000
Diskon dalam Murabahah
17
17/DSN-MUI/IX/2000
Sanksi atas Nasabah Mampu yang Menunda-nunda Pembayaran
18
18/DSN-MUI/IX/2000
Pencadangan Penghapusan Aktiva Produktif dalam LKS
19
19/DSN-MUI/IX/2000
Al-Qardh
20
20/DSN-MUI/IX/2000
Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk Reksa Dana Syariah
21
21/DSN-MUI/X/2001
Pedoman Umum Asuransi Syari’ah
22
22/DSN-MUI/III/2002
Jual Beli Istishna Paralel
23
23/DSN-MUI/III/2002
Potongan Pelunasan Dalam Murabahah
24
24/DSN-MUI/III/2002
Safe Deposit Box
25
25/DSN-MUI/III/2002
Rahn
26
26/DSN-MUI/III/2002
Rahn Emas
27
27/DSN-MUI/III/2002
Al-Ijarah al-Muntahiya bi al-Tamlik
28
28/DSN-MUI/III/2002
Jual Beli Mata Uang (al-Sharf)
29
29/DSN-MUI/VI/2002
Pembiayaan Pengurusan Haji LKS
30
30/DSN-MUI/VI/2002
Pembiayaan Rekening Koran Syari’ah
31
31/DSN-MUI/VI/2002
Pengalihan Utang
32
32/DSN-MUI/IX/2002
Obligasi Syari’ah
33
33/DSN-MUI/IX/2002
Obligasi Syari’ah Mudharabah
34
34/DSN-MUI/IX/2002
L/C Impor Syari’ah
35
35/DSN-MUI/IX/2002
L/C Ekspor Syari’ah
36
36/DSN-MUI/X/2002
Sertifikat Wadi’ah Bank Indonesia
37
37/DSN-MUI/X/2002
Pasar Bank Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah
38
38/DSN-MUI/X/2002
Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank (Sertifikat IMA)
39
39/DSN-MUI/X/2002
Asuransi Haji
40
40/DSN-MUI/X/2003
Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di bidang Pasar Modal
41
41/DSN-MUI/III/2004
Obligasi Syariah Ijarah
42
42/DSN-MUI/V/2004
Syariah Charge Card
43
43/DSN-MUI/VIII/2004
Ganti Rugi (Ta’widh)

f.       
2.        Kemajuan Bank Syariah di Indonesia
No
Nama Bank
Aset
Laba
1
PT Bank Syariah Mandiri
49,6 T
260,5 M
2
PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk
30,8 T
114,8 M
3
PT Bank BRI Syariah
10,5 T
4,6 M
4
PT Bank BNI Syariah
9,2 T
9,05 M
5
PT Bank Syariah Mega Indonesia
5,9 T
50,5 M
6
UUS BTN Syariah
4,4 T
60,3 M

BAB 2
MACAM-MACAM AKAD DALAM AKAD LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH

Dalam konteks masalah muamalah berkaitan dengan berbagai aktivitas kehidupan sehari-hari. Cakupan hukum muamalat sangat luas dan bervariasi, baik yang bersifat perorangan maupun yang bersifat umum, seperti perkawinan, kontrak atau perikatan, hukum pidana, peradilan dan sebagainya. Pembahasan muamalah terutama dalam masalah ekonomi tentunya akan sering kali ditemui sebuah perjanjian atau akad.

Akad merupkan peristiwa hukum antara dua pihak yang berisi ijab dan kabul, secara sah menurut syara dan menimbulkan akibat hukum. Jika kita kaitkan dengan sebuah desain kontrak maka kita akan mencoba mengkaitkan dengan Lembaga Keuangan dikarenakan akad merupakan dasar sebuah instrumen dalam lembaga tersebut, terutama di Lembaga Keungan Syariah Akad menjadi hal yang terpenting hal ini terkait dengan boleh atau tidaknya sesuatu dilakukan di dalam islam.

Pada kesempatan ini akan membahas akad-akad yang di gunakan di Lembaga Keungan Syariah yang telah sering dipergunakan dalam kehiduapan sehari-hari terlebih berkembanganya ekonomi islam. Akad yang ada dalam LKS ada yang merupakan dana kebajikan (tabarru’) dan ada juga akad yang dijadikan dasar sebuah instrumen untuk transakasi yang tujuannya memperoleh keuntungan (tijarah). Tentunya ini adalah hal yang berbeda dan pastilah dalam akad itu ada beberapa penjabaran dan penjelasan bagaiman akad itu seharusnya bisa dilakukan. Dalam makalah ini akan dibahas pengklasifikasian dari berbagai akad yang digunakan dalam lembaga keuangan syariah.

A. PENGERTIAN AKAD DAN WA’AD
Akad dan Wa’ad dalam konteks fiqih muamalah merupakan hal yang berbeda meskipun keduanya hampir sama yang merupakan bentuk perjanjian. Akad merupakan suatu kesepakatan bersama antara kedua belah pihak atau lebih baik secara lisan, isyarat, maupun tulisan yang memiliki implikasi hukum yang mengikat untuk melaksanakannya. Sedangkan Wa’ad adalah janji antara satu pihak kepada pihak lainnya, pihak yang diberi janji tidak memikul kewajiban apa-apa terhadap pihak lainnya. Dalam Wa’ad bentuk dan kondisinya belum ditetapkan secara rinci dan spesifik. Bila pihak yang berjanji tidak dapat memenuhi janjinya, maka sanksi yang diterimanya lebih merupakan sanksi moral. Hal ini berbeda dengan akad yang mengikat kedua belah pihak yang saling bersepakat yaitu pihak-pihak terikat untuk melaksanakan kewajiban mereka masing-masing yang telah disepakati terlebih dahulu. Dalam akad, bentuk dan kondisinya sudah ditetapkan secara rinci dan spesifik. Bila salah satu atau kedua pihak yang terikat dalam kontrak itu tidak dapat memenuhi kewajibannya, maka ia/mereka menerima sanksi seperti yang sudah disepakati dalam akad.

B. MACAM-MACAM AKAD DALAM AKAD LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH
Pembagian Akad dari segi ada atau tidaknya Kompensasi

I. AKAD TABARRU’
Akad tabarru’ merupakan segala macam perjanjian yang menyangkut transaksi nirlaba yang tidak mencari keuntungan (not for profit), Akad tabarru’ dilakukan dengan tujuan tolong-menolong dalam rangka berbuat kebaikan. Dalam akad tabarru’, pihak yang berbuat kebaikan tersebut tidak berhak mensyaratkan dan mengharapkan imbalan apapun kepada pihak lainnya, Pada hakekatnya, akad tabarru’ adalah akad melakukan kebaikan yang mengharapkan balasan dari Allah SWT semata. Contoh akad-akad tabarru’ adalah qard, rahn, hiwalah, wakalah, kafalah, wadi’ah, hibah,waqf, shadaqah,hadiah, dll.

Pada dasarnya dalam akad tabarru’ ada dua hal yaitu memberikan sesuatu atau meminjamkan sesuatu baik objek pinjamannya berupa uang atau jasa.
1. Dalam bentuk meminjamkan uang
Ada tiga jenis akad dalam bentuk meminjamkan uang yakni :
a. Qard, merupakan pinjaman yang diberikan tanpa adanya syarat apapun dengan adanya batas jangka waktu untuk mengembalikan pinjaman uang tersebut.
b. Rahn adalah menahan salah satu harta milik sipeminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis, dengan demikian pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya
c. Hiwalah, merupakan bentuk pemberian pinjaman uang yang bertujuan mengambil alih piutang dari pihak lain atau dengan kata lain adalah pemindahan hak atau kewajiban yang dilakukan seseorang (pihak pertama) yang sudah tidak sanggup lagi untuk membayarnya kepada pihak kedua yang memiliki kemampuan untuk mengambil alih atau untuk menuntut pembayaran utang dari/atau membayar utang kepada pihak ketiga

2. Dalam bentuk meminjamkan Jasa
Ada tiga jenis akad dalam meminjamkan jasa yakni :
a. Wakalah, merupakan akad pemberian kuasa (muwakkil) kepada penerima kuasa (wakil) untuk melaksanakan suatu tugas (taukil) atas nama pemberi kuasa. Dapat dilakukan dengan cara kita melakukan sesuatu baik itu bentuknya jasa , keahlian, ketrampilan atau lainya yang kita lakukan atas nama orang lain.
b. Wadi’ah, dapat dilakukan dengan cara kita memberikan sebuah jasa untuk sebuah penitipan atau pemeliharaan yang kita lakukan sebagai ganti orang lain yang mempunyai tanggungan. Wadi’ah adalah akad penitipan barang atau jasa antara pihak yang mempunyai barang atau uang dengan pihak yang diberi kepercayaan dengan tujuan menjaga keselamatan, keamanan, serta keutuhan barang atau uang tersebut.
Pembagian wadi’ah sebagai berikut :
a. Wadi’ah Yad Al-Amanah
Akad Wadiah dimana barang yang dititipkan tidak dapat dimanfaatkan oleh penerima titipan dan penerima titipan tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau kehilangan barang titipan selama si penerima titipan tidak lalai.
b. Wadi’ah Yad Ad-Dhamanah
Akad Wadiah dimana barang atau uang yang dititipkan dapat dipergunakan oleh penerima titipan dengan atau tanpa ijin pemilik barang. dari hasil penggunaan barang atau uang ini si pemilik dapat diberikan kelebihan keuntungan dalam bentuk bonus dimana pemberiannya tidak mengikat dan tidak diperjanjikan.

c. Kafalah, merupakan akad pemberian jaminan yang diberikan satu pihak kepada pihak lain dimana pemberi jaminan bertanggung jawab atas pembayaran kembali suatu hutang yang menjadi hak penerima jaminan.

3. Memberikan Sesuatu
Yang termasuk ke dalam bentuk akad memberikan sesuatu adalah akad-akad : hibah, wakaf, shadaqah, hadiah, dll. Dalam semua akad-akad tersebut, si pelaku memberikan sesuatu kepada orang lain. Bila penggunaannya untuk kepentingan umum dan agama, maka akadnya dinamakan wakaf. Objek wakaf ini tidak boleh diperjual belikan begitu sebagai aset wakaf. Sedangkan hibah dan hadiah adalah pemberian sesuatu secara sukarela kepada orang lain.
Ketika akad tabarru’ telah disepakati maka tidak boleh dirubah menjadi akad tijarah yang tujuannya mendapatkan keuntungan, kecuali atas persetujuan antar kedua belah pihak yang berakad. Akan tetapi lain halnya dengan akad tijarah yang sudah disepakati, akad ini boleh diubah kedalam akad tabarru bila pihak yang tertahan haknya merelakan haknya, sehingga menggugurkan kewajiban yang belum melaksanakan kewajibannya.
Adapun fungsi dari akad tabarru’ ini selain orientasi akad ini bertujuan mencari keuntungan akhirat,bukan untuk keperluan komersil. Akan tetapi dalam perkembangannya akad ini sering berkaitan dengan kegiatan transaksi komersil, karena akad tabarru’ ini bisa berfungsi sebagai perantara yang menjembatani dan memperlancar akad tijarah.

II. AKAD TIJARAH

Akad Tijarah adalah akad yang berorientasi pada keuntungan komersial ( for propfit oriented). Dalam akad ini masing-masing pihak yang melakukan akad berhak untuk mencari keuntungan. Contoh akad tijarah adalah akad-akad investasi, jual-beli, sewa-menyewa dan lain – lain. Pembagian akad tijarah dapat dilihat dalam skema akad dibawah ini.



Pembagian berdasarkan tingkat kepastian dari hasil yang diperoleh akad tijarah dibagi menjadi dua yaitu Natural Uncertainty Contract (NUC) dan Natural Certainty Contrats (NCC).

A. Natural Certainty Contracts

Natural Certainty Contracts adalah kontrak/akad dalam bisnis yang memberikan kepastian pembayaran, baik dari segi jumlah maupun waktunya. Cash flow-nya bisa diprediksi dengan relatif pasti, karena sudah disepakati oleh kedua belah pihak yangbertransaksi di awal akad. Kontrak-kontrak ini secara menawarkan return yang tetap dan pasti. Objek pertukarannya (baik barang maupun jasa) pun harus ditetapkan di awal akad dengan pasti, baik jumlahnya (quantity), mutunya (quality), harganya (price), dan waktu penyerahannya (time of delivery). Yang termasuk dalam kategori ini adalah kontrak-kontrak jual-beli, upah-mengupah, sewa-menyewa.

Macam – Macam Natural Certainty Contracts (NCC) sebagai berikut :

1. Akad Jual Beli
a. Bai’ naqdan adalah jual beli biasa yang dilakukan secara tunai. Dalam jual beli ini bahwa baik uang maupun barang diserahkan di muka pada saat yang bersamaan, yakni di awal transaksi (tunai).
b. Bai’ muajjal adalah jual beli dengan cara cicilan. Pada jenis ini barang diserahkan di awal periode, sedangkan uang dapat diserahkan pada periode selanjutnya. Pembayaran ini dapat dilakukan secara cicilan selama periode hutang, atau dapat juga dilakukan secara sekaligus di akhir periode.
c. Murabahah adalah jual beli dimana besarnya keuntungan secara terbuka dapat diketahui oleh penjual dan pembeli.
d. Salam adalah akad jual beli barang dengan cara pemesanan dan pembayaran harga lebih dahulu dengan syarat-syarat tertentu.
e. Istisna adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (Pembeli, Mustashni’) dan penjual (Pembuat, shani’).

2. Akad Sewa-Menyewa

a. Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.
b. Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT) adalah Ijarah yang membuka kemungkinan perpindahan kepemilikan atas objek ijarahnya pada akhir periode.
c. Ju’alah adalah akad ijarah yang pembayarannya didasarkan kepada kinerja objek yang disewa /diupah.

B. Natural Uncertainty Contracts (NUC)

Natural Uncertainty Contracts adalah kontrak/akad dalam bisnis yang tidak memberikan kepastian pendapatan, baik dari segi jumlah maupun waktunya. Dalam NUC, pihak-pihak yang bertransaksi saling mencampurkan asetnya (baik real assets maupun financial assets) menjadi satu kesatuan, dan kemudian menanggung resiko bersama-sama untuk mendapatkan keuntungan. Di sini, keuntungan dan kerugian ditanggung bersama. Yang termasuk dalam kontrak ini adalah kontrak-kontrak investasi. Kontrak investasi ini tidak menawarkan keuntungan yang tetap dan pasti.

Macam – Macam Natural Uncertainty Contracts (NUC) adalah sebagai berikut:
1. Musyarakah
Menurut Syafi’i Antonio Akad Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan.

Macam – macam musyarakah :
a. Mufawadhah
Akad kerjasama dimana masing-masing pihak memberikan porsi dana yang sama. Keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan dan kerugian ditanggung bersama.

b. Inan
Akad kerjasama dimana pihak yang bekerjasama memberikan porsi dana yang tidak sama jumlahnya. Keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan dan kerugian ditanggung sebesar porsi modal.

c. Wujuh
Akad kerjasama dimana satu pihak memberikan porsi dana dan pihak lainnya memberikan porsi berupa reputasi. Keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan dan kerugian ditanggung sesuai dengan porsi modal, pihak yang memberikan dana akan mengalami kerugian kehilangan dana dan pihak yang memberikan reputasi akan mengalami kerugian secara reputasi.

d. Abdan
Akad kerjasama dimana pihak-pihak yang bekerjama bersama-sama menggabungkan keahlian yang dimilikinya. Keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan dan kerugian ditanggung bersama. dengan akad ini maka pihak yang bekerjasama akan mengalami kerugian waktu jika mengalami kerugian.

e. Mudharabah
Mudharabah merupakan akad kerjasama dimana satu pihak menginvestasikan dana sebesar 100 persen dan pihak lainnya memberikan porsi keahlian. Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan dan kerugian sesuai dengan porsi investasi.

Macam – Macam Mudharabah :
a) Mudharabah Mutlaqah
Mudharabah Mutlaqah merupakan akan mudharabah dimana dana yang diinvestasikan bebas untuk digunakan dalam usaha oleh pihak lainnya.
b) Mudharabah Muqayadah
Berbeda dengan Mudharabah Muqayadah, dana yang diinvestasikan digunakan dalam usaha yang sudah ditentukan oleh pemberi dana.
2. Muzara’ah
Akad Syirkah dibidang pertanian yang digunakan untuk pertanian tanaman setahun
3. Musaqah
Akad Syirkah di bidang pertanian dimana digunakan untuk pertanian tanaman tahunan.
4. Mukharabah
Akad Muzara’ah dimana bibitnya berasal dari pemilik tanah

KESIMPULAN

Dalam bahasan fiqh muamalah dibedakan antara akad dan wa’ad meskipun keduanya merupakan bentuk sebuah perjanjian. Akad merupakan suatu kesepakatan bersama antara kedua belah pihak atau lebih baik secara lisan, isyarat, maupun tulisan yang memiliki implikasi hukum yang mengikat untuk melaksanakannya. Sedangkan Wa’ad adalah janji antara satu pihak kepada pihak lainnya,pihak yang diberi janji tidak memikul kewajiban apa-apa terhadap pihak lainnya.

Ditinjau dari dari segi ada atau tidaknya Kompensasi akad dapat dibedakan atas akad tabaurru’ dan tijarah. Akad tabarru’ merupakan segala macam perjanjian yang menyangkut transaksi nirlaba yang tidak mencari keuntungan (not for profit). Sedangkan akad tijarah Tijarah adalah akad yang berorientasi pada keuntungan komersial ( for propfit oriented).

Berdasar tingkat kepastian dari hasil yang diperoleh akad tijarah dibagi menjadi dua yaitu Natural Uncertainty contracts adalah kontrak/akad dalam bisnis yang tidak memberikan kepastian pendapatan, baik dari segi jumlah maupun waktunya. Sedangkan Natural Certainty Contracts adalah kontrak/akad dalam bisnis yang memberikan kepastian pembayaran, baik dari segi jumlah maupun waktunya.

DAFTAR PUSTAKA

Ascara. 2007. Akad & Produk Bank Syariah. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada
Karim, Adiwarman. 2004. Bank Islam, Analisis fiqh dan Keuangan.Jakarta : PT RajaGrafindo Persada

Suhendi, Hendi. 2010. Fiqh Muamalah . Jakarta : PT RajaGrafindo Persada