BAB 1
PENDAHULUAN
1.
Konsep Dasar Bank Syariah
a.
Definisi Bank Syariah
Bank Syariah adalah Sistem Perbankan yang kegiatan usaha
dan operasionalnya berdasarkan Syariah.
UU. No 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah bahwa Perbankan Syariah
adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha
Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam
melaksanakan kegiatan usahanya. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana
dari masyarakat dalam bentuk Simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat
dalam bentuk kredit dan/atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf
hidup rakyat. Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Konvensional adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya secara konvensional
dan berdasarkan jenisnya terdiri atas Bank Umum Konvensional dan Bank
Perkreditan Rakyat. Bank Umum Konvensional adalah Bank Konvensional yang dalam
kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank Perkreditan
Rakyat adalah Bank Konvensional yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa
dalam lalu lintas pembayaran. Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan
kegiatan
b.
Sejarah singkat Bank
Syariah
Bank
syariah di Indonesia telah berdiri sejak 1992 dan mulai dikenal orang bahkan di
kalangan bank konvensional semenjak pasca krisis moneter pada tahun 1997-1998. Pada tahun 1999, berdirilah bank syariah kedua di Indonesia yaitu Bank
Syariah Mandiri, anak perusahaan Bank Mandiri. Dalam kurun waktu 10 tahun, bank
syariah mengalami perkembangan yang sangat signifikan, meskipun secara nasional
market share bank syariah masih rendah dibanding bank konvensional.
Salah satu
cirri khas bank syariah yaitu tidak menerima atau membenani bunga kepada
nasabah, akan tetapi menerima atau membebankan bagi hasil serta imbalan lain
sesuai dengan akad-akad yang diperjanjikan. Konsepdasar bank syariah didasarkan
pada Al-Qur’an dan hadits. Semua produk dan jasa yang ditawarkan tidak boleh
bertentangan dengan isi Al-Qur’an dan hadits Rasulullah SAW.
Masyarakat
di Negara maju dan berkembang sangat membutuhkan bank sebagai tempat untuk melakukan
transaksi keuangannya. Mereka menganggap bank merupakan lembaga keuangan yang
aman dalam melakukan berbagai aktivitas keuangan, yang berupa aktivitas
penyimpanan dan penyaluran dana. Bank dapat menghimpun daan masyarakat secara
langsung dari nasabah. Di sisi lain bank berperan menyalurkan dana kepada
masyarakat yang membutuhkan dana. Masyarakat dapat secara langsung mendapat
pinjaman dari bank, sepanjang persyaratan yang diberikan terpenuhi.
c.
Peranan Bank Syariah dalam perekonomian
Ketimpangan ekonomi terjadi karena “trickle down effect”.
Pasalnya arah kebijakan yang demikian membuat kesempatan bagi orang yang tidak
mampu hanya mendapat sisa-sisa saja. Bank sebagai lembaga keuangan utama dalam
penopang perekonomian, ternyata merupakan pemasok dari sebagian besar uang yang
beredar yang dipergunakan sebagai alat tukar atau alat pembayaran sehingga
diharapkan dapat mendukung berjalannya mekanisme kebijaksanaan moneter. Namun
demikian, bank menerapkan sistem bunga sehingga harapan tersebut menjadi bencana,
karena semakin memperluas jurang pemisah antara kaya dan miskin.
Setelah krisis, paradigma sistem seperti ini coba
dirubah, yaitu dengam mengembangkan “bottom up effect”, yakni penerapan ekonomi
kerakyatan dimana pertumbuhan ekonomi di stimulus dari bawah. Untuk mewujudkan
sistem ini, tentu diperlukan alokasi sumber daya untuk membangkitkan ekonomi,
restrukturirsasi kepemilikan alat-alat produksi, prasarana ekonomi strategis,
pencegahan terhadap praktek monopoli dan oligopoli. Pada masa krisis dimana
inflasi mencapai 65% setahun, tentu perbankan dengan sistem bunga tidak mampu
mendukung tercapainya perekonomian berbasis kerakyatan. Oleh karena itu,
diperlukan suatu model sistem perbankan yang bebas dari perangkat bunga.
Dalam catatan Sidang
Tahunan ke-7 World Economic
Development Congress di Washington D.C. tanggal 2 oktober 1998, Menteri
Keuangan mengakui bahwa bank-bank di Indonesia telah gagal memainkan peran
fungsi dasarnya, yakni gagal menyalurkan dana-dana tersebut secara efektif pada
kegiatan-kegiatan yang produktif atau yang paling menguntungkan secara finansial.
Disisi lain, bank yang beroperasi dengan sistem syariah
baru diakui berdiri pertama kali tahun 1992, yaitu Bank Muamalat menyusul
diundangkannya Undang-Undang No 7 Tahun 1992. Hingga tahun 1998, tidak juga ada
penambahan bank syariah namun sudah ada 77 Bank Perkreditan Syariah.
Satu-satunya bank syariah ini belum mampu menunjukkan perannya secara
signifikan. Namun, patut dicermati bahwa krisis ekonomi yang terjadi pada tahun
1997 hingga dewasa ini, tidak serta merta meggulingkan bank syariah. Bank syariah
tetap dalam kondisi sehat, tahan terhadap krisis, demikian juga 30% dari Bank
Perkreditan Rakyat Syariah dinyatakan dalam kondisi tetap sehat. Keadaan yang
demikian menimbulkan pertanyaan sejauh mana relevansi bank syariah dapat
memulihkan dan membangun kembali perekonomian Indonesia.
Indonesia yang notebenenya adalah negara kepulauan
meyelenggarakan Otonomi Daerah. Potensi dari daerah di Indonesia inilah yang
dapat dikelola oleh bank syariah. Dalam membangun perekonomian tentu harus
memenuhi asas pertumbuhan ekonomi. Yang demikian ini akan dapat tercapai jika
terdapat kesempatan usaha baru bagi masyarakat. Melalui penerapan sistem bagi
hasil, maka akan menciptakan kesempatan lebih luas kepada masyarakat untuk
membuka usaha dan sehingga secara simultan akan dapat meningkatkan angka
kesejahteraan.
Bank daerah yang telah menerapkan sistem syariah salah
satunya adalah Bank Jabar Syariah, dimana bank tersebut berhasil menunjukkan
kemajuan yang signifikan. Volume usaha tumbuh menjadi Rp 152,59 Milyar dengan
laba bersih berjalan sebesar Rp 582,18 juta tercatat per Juni 2003. Pada
Februari 2005 asetnya mencapai Rp 394,411 milyar, naik 51,22 persen dari tahun
sebelumnya sebesar 79,146 miliar. Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berhasil
dihimpun pada tahun 2005 juga terus meningkat mencapai Rp 79,146 miliar
dibandingkan tahun lalu sebesar Rp 54,049 miliar. Dalam hal pembiayaan, hingga
februari 2005 Bank Jabar Syariah telah mengucurkan pembiayaan sebesar Rp
185,330 miliar.
d.
Perbedaan
Bank Konvensional dan Bank Syariah
Bank Konvensional
|
Bank Syariah
|
|
Peran Bank
|
Intermediasi, Jasa Keuangan
|
· Intermediasi,
Jasa Keuangan
· Manajer
Investasi, Investor
· Lembaga
Sosial
|
Prinsip Dasar Operasi
|
· Bebas
nilai (prinsip materiallis)
· Uang
sebagai komoditi
· Bunga
|
· Tidak
bebas nilai (prinsip syariah Islam)
· Uang
sebagai alat tukar dan bukan komoditi
· Akad-akad
yang tidak boleh bertentangan dengan syariah
|
Prioritas Pelayanan
|
Kepentingan Pribadi
|
Kepentingan Publik (Stakeholders)
|
Orientasi
|
Keuntungan
|
Tujuan sosial-ekonomi Islam, keuntungan
|
Bentuk
|
Commercial Banking & Investment
Banking
|
Idealnya adalah: Investment Banking
|
Pengembangan Produk & Evaluasi
Prospek Nasabah
|
· Hanya
evaluasi kelayakan Nasabah
· Tidak
memikirkan resiko investasi
|
· Selain
evaluasi kelayakan Nasabah, juga memikirkan konsekuensi atas akad, dan dampak
perkembangan bisnis pembiayaan terhadap Nasabah DPK
|
Hubungan Nasabah
|
Sebagai debitor-kreditor
|
Sebagai mitra usaha
|
Sumber Likuiditas Jangka Pendek
|
Pasar Uang, Bank Sentral
|
Pasar Uang Syariah, Bank Sentral
|
Pinjaman yang diberikan
|
Komersial dan nonkomersial,
berorientasi laba
|
Komersial dan nonkomersial,
berorientasi laba dan nirlaba
|
Penyelesai Sengketa
|
Pengadilan, Arbitrase
|
Pengadilan, Badan
Arbitrase Syariah Nasional
|
Resiko Usaha
|
· Nasabah
DPK (kreditur) tidak terexpose perkembangan
bisnis bank
· Kemungkinan
terjadi negative spread
|
· Nasabah
DPK (kreditur) ikut terexpose perkembangan
bisnis bank dengan system bagi hasil
· Tidak
mungkin terjadi negative spread
|
Organisasi Pengawas
|
Dewan Komisaris
|
Dewan Komisaris, Dewan Pengawas Syariah
|
Investasi Bank & Nasabah
|
Halal dan Haram
|
Halal
|
e.
UU dan Fatwa Bank Syariah
No.
|
NOMOR
FATWA
|
TENTANG
|
1
|
01/DSN-MUI/IV/2000
|
Giro
|
2
|
02/DSN-MUI/IV/2000
|
Tabungan
|
3
|
03/DSN-MUI/IV/2000
|
Deposito
|
4
|
04/DSN-MUI/IV/2000
|
Murabahah
|
5
|
05/DSN-MUI/IV/2000
|
Jual
Beli Salam
|
6
|
06/DSN-MUI/IV/2000
|
Jual
Beli Istishna
|
7
|
07/DSN-MUI/IV/2000
|
Pembiayaan
Mudharabah (Qiradh)
|
8
|
08/DSN-MUI/IV/2000
|
Pembiayaan
Musyarakah
|
9
|
09/DSN-MUI/IV/2000
|
Pembiayaan
Ijarah
|
10
|
10/DSN-MUI/IV/2000
|
Wakalah
|
11
|
11/DSN-MUI/IV/2000
|
Kafalah
|
12
|
12/DSN-MUI/IV/2000
|
Hawalah
|
13
|
13/DSN-MUI/IX/2000
|
Uang
Muka dalam Murabahah
|
14
|
14/DSN-MUI/IX/2000
|
Sistem
Distribusi Hasil Usaha dalam LKS
|
15
|
15/DSN-MUI/IX/2000
|
Prinsip
Distribusi Hasil Usaha dalam LKS
|
16
|
16/DSN-MUI/IX/2000
|
Diskon
dalam Murabahah
|
17
|
17/DSN-MUI/IX/2000
|
Sanksi
atas Nasabah Mampu yang Menunda-nunda Pembayaran
|
18
|
18/DSN-MUI/IX/2000
|
Pencadangan
Penghapusan Aktiva Produktif dalam LKS
|
19
|
19/DSN-MUI/IX/2000
|
Al-Qardh
|
20
|
20/DSN-MUI/IX/2000
|
Pedoman
Pelaksanaan Investasi untuk Reksa Dana Syariah
|
21
|
21/DSN-MUI/X/2001
|
Pedoman
Umum Asuransi Syari’ah
|
22
|
22/DSN-MUI/III/2002
|
Jual
Beli Istishna Paralel
|
23
|
23/DSN-MUI/III/2002
|
Potongan
Pelunasan Dalam Murabahah
|
24
|
24/DSN-MUI/III/2002
|
Safe
Deposit Box
|
25
|
25/DSN-MUI/III/2002
|
Rahn
|
26
|
26/DSN-MUI/III/2002
|
Rahn
Emas
|
27
|
27/DSN-MUI/III/2002
|
Al-Ijarah
al-Muntahiya bi al-Tamlik
|
28
|
28/DSN-MUI/III/2002
|
Jual
Beli Mata Uang (al-Sharf)
|
29
|
29/DSN-MUI/VI/2002
|
Pembiayaan
Pengurusan Haji LKS
|
30
|
30/DSN-MUI/VI/2002
|
Pembiayaan
Rekening Koran Syari’ah
|
31
|
31/DSN-MUI/VI/2002
|
Pengalihan
Utang
|
32
|
32/DSN-MUI/IX/2002
|
Obligasi
Syari’ah
|
33
|
33/DSN-MUI/IX/2002
|
Obligasi
Syari’ah Mudharabah
|
34
|
34/DSN-MUI/IX/2002
|
L/C
Impor Syari’ah
|
35
|
35/DSN-MUI/IX/2002
|
L/C
Ekspor Syari’ah
|
36
|
36/DSN-MUI/X/2002
|
Sertifikat
Wadi’ah Bank Indonesia
|
37
|
37/DSN-MUI/X/2002
|
Pasar
Bank Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah
|
38
|
38/DSN-MUI/X/2002
|
Sertifikat
Investasi Mudharabah Antarbank (Sertifikat IMA)
|
39
|
39/DSN-MUI/X/2002
|
Asuransi
Haji
|
40
|
40/DSN-MUI/X/2003
|
Pasar
Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di bidang Pasar Modal
|
41
|
41/DSN-MUI/III/2004
|
Obligasi
Syariah Ijarah
|
42
|
42/DSN-MUI/V/2004
|
Syariah
Charge Card
|
43
|
43/DSN-MUI/VIII/2004
|
Ganti
Rugi (Ta’widh)
|
f.
2.
Kemajuan Bank Syariah di Indonesia
No
|
Nama Bank
|
Aset
|
Laba
|
1
|
PT Bank Syariah Mandiri
|
49,6 T
|
260,5 M
|
2
|
PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk
|
30,8 T
|
114,8 M
|
3
|
PT Bank BRI Syariah
|
10,5 T
|
4,6 M
|
4
|
PT Bank BNI Syariah
|
9,2 T
|
9,05 M
|
5
|
PT Bank Syariah Mega Indonesia
|
5,9 T
|
50,5 M
|
6
|
UUS BTN Syariah
|
4,4 T
|
60,3 M
|
BAB 2
MACAM-MACAM AKAD DALAM
AKAD LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH
Dalam konteks masalah muamalah
berkaitan dengan berbagai aktivitas kehidupan sehari-hari. Cakupan hukum
muamalat sangat luas dan bervariasi, baik yang bersifat perorangan maupun yang
bersifat umum, seperti perkawinan, kontrak atau perikatan, hukum pidana, peradilan
dan sebagainya. Pembahasan muamalah terutama dalam masalah ekonomi tentunya
akan sering kali ditemui sebuah perjanjian atau akad.
Akad merupkan peristiwa hukum antara
dua pihak yang berisi ijab dan kabul, secara sah menurut syara dan menimbulkan
akibat hukum. Jika kita kaitkan dengan sebuah desain kontrak maka kita akan
mencoba mengkaitkan dengan Lembaga Keuangan dikarenakan akad merupakan dasar
sebuah instrumen dalam lembaga tersebut, terutama di Lembaga Keungan Syariah
Akad menjadi hal yang terpenting hal ini terkait dengan boleh atau tidaknya
sesuatu dilakukan di dalam islam.
Pada kesempatan ini akan membahas
akad-akad yang di gunakan di Lembaga Keungan Syariah yang telah sering
dipergunakan dalam kehiduapan sehari-hari terlebih berkembanganya ekonomi
islam. Akad yang ada dalam LKS ada yang merupakan dana kebajikan (tabarru’) dan
ada juga akad yang dijadikan dasar sebuah instrumen untuk transakasi yang
tujuannya memperoleh keuntungan (tijarah). Tentunya ini adalah hal yang berbeda
dan pastilah dalam akad itu ada beberapa penjabaran dan penjelasan bagaiman
akad itu seharusnya bisa dilakukan. Dalam makalah ini akan dibahas
pengklasifikasian dari berbagai akad yang digunakan dalam lembaga keuangan
syariah.
A. PENGERTIAN AKAD DAN WA’AD
Akad dan Wa’ad dalam konteks fiqih muamalah merupakan hal
yang berbeda meskipun keduanya hampir sama yang merupakan bentuk perjanjian.
Akad merupakan suatu kesepakatan bersama antara kedua belah pihak atau lebih
baik secara lisan, isyarat, maupun tulisan yang memiliki implikasi hukum yang
mengikat untuk melaksanakannya. Sedangkan Wa’ad adalah janji antara satu pihak
kepada pihak lainnya, pihak yang diberi janji tidak memikul kewajiban apa-apa
terhadap pihak lainnya. Dalam Wa’ad bentuk dan kondisinya belum ditetapkan
secara rinci dan spesifik. Bila pihak yang berjanji tidak dapat memenuhi
janjinya, maka sanksi yang diterimanya lebih merupakan sanksi moral. Hal ini
berbeda dengan akad yang mengikat kedua belah pihak yang saling bersepakat
yaitu pihak-pihak terikat untuk melaksanakan kewajiban mereka masing-masing
yang telah disepakati terlebih dahulu. Dalam akad, bentuk dan kondisinya sudah
ditetapkan secara rinci dan spesifik. Bila salah satu atau kedua pihak yang
terikat dalam kontrak itu tidak dapat memenuhi kewajibannya, maka ia/mereka
menerima sanksi seperti yang sudah disepakati dalam akad.
B. MACAM-MACAM AKAD DALAM AKAD LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH
Pembagian Akad dari segi ada atau tidaknya Kompensasi
I. AKAD TABARRU’
Akad tabarru’ merupakan segala macam perjanjian yang
menyangkut transaksi nirlaba yang tidak mencari keuntungan (not for profit),
Akad tabarru’ dilakukan dengan tujuan tolong-menolong dalam rangka berbuat
kebaikan. Dalam akad tabarru’, pihak yang berbuat kebaikan tersebut tidak
berhak mensyaratkan dan mengharapkan imbalan apapun kepada pihak lainnya, Pada
hakekatnya, akad tabarru’ adalah akad melakukan kebaikan yang mengharapkan
balasan dari Allah SWT semata. Contoh akad-akad tabarru’ adalah qard, rahn,
hiwalah, wakalah, kafalah, wadi’ah, hibah,waqf, shadaqah,hadiah, dll.
Pada dasarnya dalam akad tabarru’ ada dua hal yaitu
memberikan sesuatu atau meminjamkan sesuatu baik objek pinjamannya berupa uang
atau jasa.
1. Dalam bentuk meminjamkan uang
Ada tiga jenis akad dalam bentuk meminjamkan uang yakni :
a. Qard, merupakan pinjaman yang diberikan tanpa adanya
syarat apapun dengan adanya batas jangka waktu untuk mengembalikan pinjaman
uang tersebut.
b. Rahn adalah menahan salah satu harta milik sipeminjam
sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut
memiliki nilai ekonomis, dengan demikian pihak yang menahan memperoleh jaminan
untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya
c. Hiwalah, merupakan bentuk pemberian pinjaman uang yang
bertujuan mengambil alih piutang dari pihak lain atau dengan kata lain adalah
pemindahan hak atau kewajiban yang dilakukan seseorang (pihak pertama) yang
sudah tidak sanggup lagi untuk membayarnya kepada pihak kedua yang memiliki
kemampuan untuk mengambil alih atau untuk menuntut pembayaran utang dari/atau
membayar utang kepada pihak ketiga
2. Dalam bentuk meminjamkan Jasa
Ada tiga jenis akad dalam meminjamkan jasa yakni :
a. Wakalah, merupakan akad pemberian kuasa (muwakkil) kepada
penerima kuasa (wakil) untuk melaksanakan suatu tugas (taukil) atas nama
pemberi kuasa. Dapat dilakukan dengan cara kita melakukan sesuatu baik itu
bentuknya jasa , keahlian, ketrampilan atau lainya yang kita lakukan atas nama
orang lain.
b. Wadi’ah, dapat dilakukan dengan cara kita memberikan
sebuah jasa untuk sebuah penitipan atau pemeliharaan yang kita lakukan sebagai
ganti orang lain yang mempunyai tanggungan. Wadi’ah adalah akad penitipan
barang atau jasa antara pihak yang mempunyai barang atau uang dengan pihak yang
diberi kepercayaan dengan tujuan menjaga keselamatan, keamanan, serta keutuhan
barang atau uang tersebut.
Pembagian wadi’ah sebagai berikut :
a. Wadi’ah Yad Al-Amanah
Akad Wadiah dimana barang yang dititipkan tidak dapat
dimanfaatkan oleh penerima titipan dan penerima titipan tidak bertanggung jawab
atas kerusakan atau kehilangan barang titipan selama si penerima titipan tidak
lalai.
b. Wadi’ah Yad Ad-Dhamanah
Akad Wadiah dimana barang atau uang yang dititipkan dapat
dipergunakan oleh penerima titipan dengan atau tanpa ijin pemilik barang. dari
hasil penggunaan barang atau uang ini si pemilik dapat diberikan kelebihan
keuntungan dalam bentuk bonus dimana pemberiannya tidak mengikat dan tidak
diperjanjikan.
c. Kafalah, merupakan akad pemberian jaminan yang diberikan
satu pihak kepada pihak lain dimana pemberi jaminan bertanggung jawab atas
pembayaran kembali suatu hutang yang menjadi hak penerima jaminan.
3. Memberikan Sesuatu
Yang termasuk ke dalam bentuk akad memberikan sesuatu adalah
akad-akad : hibah, wakaf, shadaqah, hadiah, dll. Dalam semua akad-akad
tersebut, si pelaku memberikan sesuatu kepada orang lain. Bila penggunaannya
untuk kepentingan umum dan agama, maka akadnya dinamakan wakaf. Objek wakaf ini
tidak boleh diperjual belikan begitu sebagai aset wakaf. Sedangkan hibah dan
hadiah adalah pemberian sesuatu secara sukarela kepada orang lain.
Ketika akad tabarru’ telah disepakati maka tidak boleh
dirubah menjadi akad tijarah yang tujuannya mendapatkan keuntungan, kecuali
atas persetujuan antar kedua belah pihak yang berakad. Akan tetapi lain halnya
dengan akad tijarah yang sudah disepakati, akad ini boleh diubah kedalam akad
tabarru bila pihak yang tertahan haknya merelakan haknya, sehingga menggugurkan
kewajiban yang belum melaksanakan kewajibannya.
Adapun fungsi dari akad tabarru’ ini selain orientasi akad
ini bertujuan mencari keuntungan akhirat,bukan untuk keperluan komersil. Akan
tetapi dalam perkembangannya akad ini sering berkaitan dengan kegiatan
transaksi komersil, karena akad tabarru’ ini bisa berfungsi sebagai perantara
yang menjembatani dan memperlancar akad tijarah.
II. AKAD TIJARAH
Akad Tijarah adalah akad yang berorientasi pada keuntungan
komersial ( for propfit oriented). Dalam akad ini masing-masing pihak yang
melakukan akad berhak untuk mencari keuntungan. Contoh akad tijarah adalah
akad-akad investasi, jual-beli, sewa-menyewa dan lain – lain. Pembagian akad
tijarah dapat dilihat dalam skema akad dibawah ini.
Pembagian berdasarkan tingkat kepastian dari hasil yang
diperoleh akad tijarah dibagi menjadi dua yaitu Natural Uncertainty Contract
(NUC) dan Natural Certainty Contrats (NCC).
A. Natural Certainty Contracts
Natural Certainty Contracts adalah kontrak/akad dalam bisnis
yang memberikan kepastian pembayaran, baik dari segi jumlah maupun waktunya.
Cash flow-nya bisa diprediksi dengan relatif pasti, karena sudah disepakati
oleh kedua belah pihak yangbertransaksi di awal akad. Kontrak-kontrak ini
secara menawarkan return yang tetap dan pasti. Objek pertukarannya (baik barang
maupun jasa) pun harus ditetapkan di awal akad dengan pasti, baik jumlahnya
(quantity), mutunya (quality), harganya (price), dan waktu penyerahannya (time
of delivery). Yang termasuk dalam kategori ini adalah kontrak-kontrak
jual-beli, upah-mengupah, sewa-menyewa.
Macam – Macam Natural Certainty Contracts (NCC) sebagai
berikut :
1. Akad Jual Beli
a. Bai’ naqdan adalah jual beli biasa yang dilakukan secara
tunai. Dalam jual beli ini bahwa baik uang maupun barang diserahkan di muka
pada saat yang bersamaan, yakni di awal transaksi (tunai).
b. Bai’ muajjal adalah jual beli dengan cara cicilan. Pada
jenis ini barang diserahkan di awal periode, sedangkan uang dapat diserahkan
pada periode selanjutnya. Pembayaran ini dapat dilakukan secara cicilan selama
periode hutang, atau dapat juga dilakukan secara sekaligus di akhir periode.
c. Murabahah adalah jual beli dimana besarnya keuntungan
secara terbuka dapat diketahui oleh penjual dan pembeli.
d. Salam adalah akad jual beli barang dengan cara pemesanan
dan pembayaran harga lebih dahulu dengan syarat-syarat tertentu.
e. Istisna adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan
pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang
disepakati antara pemesan (Pembeli, Mustashni’) dan penjual (Pembuat, shani’).
2. Akad Sewa-Menyewa
a. Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas suatu barang
atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah tanpa diikuti
dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.
b. Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT) adalah Ijarah yang
membuka kemungkinan perpindahan kepemilikan atas objek ijarahnya pada akhir
periode.
c. Ju’alah adalah akad ijarah yang pembayarannya didasarkan
kepada kinerja objek yang disewa /diupah.
B. Natural Uncertainty Contracts (NUC)
Natural Uncertainty Contracts adalah kontrak/akad dalam
bisnis yang tidak memberikan kepastian pendapatan, baik dari segi jumlah maupun
waktunya. Dalam NUC, pihak-pihak yang bertransaksi saling mencampurkan asetnya
(baik real assets maupun financial assets) menjadi satu kesatuan, dan kemudian
menanggung resiko bersama-sama untuk mendapatkan keuntungan. Di sini,
keuntungan dan kerugian ditanggung bersama. Yang termasuk dalam kontrak ini
adalah kontrak-kontrak investasi. Kontrak investasi ini tidak menawarkan
keuntungan yang tetap dan pasti.
Macam – Macam Natural Uncertainty Contracts (NUC) adalah
sebagai berikut:
1. Musyarakah
Menurut Syafi’i Antonio Akad Musyarakah adalah akad kerjasama
antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing
pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa
keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan.
Macam – macam musyarakah :
a. Mufawadhah
Akad kerjasama dimana masing-masing pihak memberikan porsi
dana yang sama. Keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan dan kerugian
ditanggung bersama.
b. Inan
Akad kerjasama dimana pihak yang bekerjasama memberikan porsi
dana yang tidak sama jumlahnya. Keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan dan
kerugian ditanggung sebesar porsi modal.
c. Wujuh
Akad kerjasama dimana satu pihak memberikan porsi dana dan
pihak lainnya memberikan porsi berupa reputasi. Keuntungan dibagi sesuai dengan
kesepakatan dan kerugian ditanggung sesuai dengan porsi modal, pihak yang
memberikan dana akan mengalami kerugian kehilangan dana dan pihak yang
memberikan reputasi akan mengalami kerugian secara reputasi.
d. Abdan
Akad kerjasama dimana pihak-pihak yang bekerjama bersama-sama
menggabungkan keahlian yang dimilikinya. Keuntungan dibagi berdasarkan
kesepakatan dan kerugian ditanggung bersama. dengan akad ini maka pihak yang
bekerjasama akan mengalami kerugian waktu jika mengalami kerugian.
e. Mudharabah
Mudharabah merupakan akad kerjasama dimana satu pihak
menginvestasikan dana sebesar 100 persen dan pihak lainnya memberikan porsi
keahlian. Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan dan kerugian sesuai dengan porsi
investasi.
Macam – Macam Mudharabah :
a) Mudharabah Mutlaqah
Mudharabah Mutlaqah merupakan akan mudharabah dimana dana
yang diinvestasikan bebas untuk digunakan dalam usaha oleh pihak lainnya.
b) Mudharabah Muqayadah
Berbeda dengan Mudharabah Muqayadah, dana yang diinvestasikan
digunakan dalam usaha yang sudah ditentukan oleh pemberi dana.
2. Muzara’ah
Akad Syirkah dibidang pertanian yang digunakan untuk
pertanian tanaman setahun
3. Musaqah
Akad Syirkah di bidang pertanian dimana digunakan untuk
pertanian tanaman tahunan.
4. Mukharabah
Akad Muzara’ah dimana bibitnya berasal dari pemilik tanah
KESIMPULAN
Dalam bahasan fiqh muamalah dibedakan antara akad dan wa’ad
meskipun keduanya merupakan bentuk sebuah perjanjian. Akad merupakan suatu
kesepakatan bersama antara kedua belah pihak atau lebih baik secara lisan,
isyarat, maupun tulisan yang memiliki implikasi hukum yang mengikat untuk
melaksanakannya. Sedangkan Wa’ad adalah janji antara satu pihak kepada pihak
lainnya,pihak yang diberi janji tidak memikul kewajiban apa-apa terhadap pihak
lainnya.
Ditinjau dari dari segi ada atau tidaknya Kompensasi akad
dapat dibedakan atas akad tabaurru’ dan tijarah. Akad tabarru’ merupakan segala
macam perjanjian yang menyangkut transaksi nirlaba yang tidak mencari
keuntungan (not for profit). Sedangkan akad tijarah Tijarah adalah akad yang
berorientasi pada keuntungan komersial ( for propfit oriented).
Berdasar tingkat kepastian dari hasil yang diperoleh akad
tijarah dibagi menjadi dua yaitu Natural Uncertainty contracts adalah
kontrak/akad dalam bisnis yang tidak memberikan kepastian pendapatan, baik dari
segi jumlah maupun waktunya. Sedangkan Natural Certainty Contracts adalah
kontrak/akad dalam bisnis yang memberikan kepastian pembayaran, baik dari segi
jumlah maupun waktunya.
DAFTAR PUSTAKA
Ascara. 2007. Akad & Produk Bank Syariah. Jakarta : PT
RajaGrafindo Persada
Karim, Adiwarman. 2004. Bank Islam, Analisis fiqh dan
Keuangan.Jakarta : PT RajaGrafindo Persada
Suhendi, Hendi. 2010. Fiqh Muamalah . Jakarta : PT
RajaGrafindo Persada